Kamis, 14 Juli 2011

Rehat Bersama Kyai Kocak "Anak Adam atau Sarimin?"

“Hedeeeeeew, capeeeee”.
“Ono opo. Kok sumpek begitu?”
“Serba cape kyai”.
“Lha, ya memang orang hidup harus cape. Kalo pengen istirahat dari cape, ya mati saja”.
“Sebenarnya cape yang kita alami ini, adalah warisan dari kesalahan sejarah”.
“Ndak usah menyalahken sejarah. Pelaku sejarah yang mungkin keliru”.
“Lha itu maksud saya. Pelaku sejarah yang membuat kita harus menanggung kesusahan hidup di sini”.
“Apa maksud sampeyan?”
“Sebenarnya, manusia seperti kita tidak perlu turun ke dunia. Sejak awal, kita hidup penuh kebahagiaan di surga. Ndak perlu cape, ndak perlu menderita. Tapi hidup penuh bahagia”.
“Lha lha lha, dari mana sampeyan dapet pemikiran seperti itu?”
“Lha, kan Al-Qur’an sendiri yang menceritakan bahwa nenek moyang manusia, Adam, melanggar larangan Tuhan. Kemudian tersusir dari surga”.


“Terus, karena Adam terusir dari surga, sampeyan merasa terusir juga, begitu?”
“Lha coba kalo Adam tidak melanggar larangan Tuhan, bukan hanya saya, kyai juga ada di surga sekarang”.
“Wah, sampeyan egois”.
“Kok egois? Egois dari Hongkong!”
“Lha iya. Sampeyan hanya menilai kepindahan Adam as dari surga ke dunia, sebatas kepentingan sampeyan”.
“Tidak juga kyai, yang merasa seperti ini bukan hanya saya”.
“Tapi saya tidak. Sampeyan itu ndak sadar terpengaruh konsep dosa warisan”.
“Lha Al-Qur’an merekam kok, bagaimana peristiwa terusir dari surga”.


“Betul. Tapi Al-Qur’an tidak menyalahkan Adam. Al-Qur’an juga memuat kisah pertobatan Adam lalu Allah mengampuni Adam seperti disebut dalam surat 2 ayat 37. Dalam Islam, dosa tidak bisa diwariskan karena bertentangan dengan konsep amal soleh. Al-Qur’an sendiri dengan tegas menyatakan, wa laa taziruu waazirotun wizro ukhroo. Sampeyan baca surat 17 ayat 15”.
“Lha pertanyaannya, mengapa Adam harus pindah ke dunia?”
“Lha ya suka-suka Allah dong. Adam saja ndak protes”.
“Jawaban kolot, ndak ilmiyah”.


“Lha sekarang kasih tau saya. Bagaimana jawaban yang ilmiyah itu?”
“Ndak cukup di sini. Terlalu panjang”.
“Halah ngelak. Hati-hati sampeyan, jangan asal mengeluarkan pikiran. Apalagi pikiran sampeyan itu hanya sekedar ingin disebut kritis. Sampeyan ndak sadar, itu bukan kritis tapi krisis”.
“He he he he … memang begitulah kyai kampung. Takut berpikir bebas”.
“Ho ho ho ho … jangan takabbur. Kebebasan itu juga punya batasan. Ndak ada yang bebas sebebas-bebasnya”


“Lha, inilah alasan kyai dan orang-orang kolot yang selalu didengung-dengungkan. Sebagai legitimasi mereka takut berpikir bebas. Kasian”.
“Oke, sekarang saya ingin tahu, sampai di mana sampeyan bisa berpikir bebas”.
“Sebenarnya saya agak malas nimpali. Tapi, demi menghormati kyai, apa boleh buat”.
“Saya juga agak malas nimpali sampeyan. Tapi demi memuaskan keingintahuan saya, apa boleh buat. Tolong jujur, mengapa sampeyan merasa ikuti terusir dari surga?”
“Ya, karena saya adalah anak keturunan Adam?”
“Siapa yang jamin bahwa sampeyan anak keturunan Adam?”
“Lha kan saya sama-sama manusia. Adam nenek moyang manusia. Gitu aja kok ditanyaain”.
“Jangan mentang-mentang karena sama-sama manusia, sampeyan mengaku keturunan Adam. Apa Adam sudah mengakui sampeyan itu keturunannya? Adam belom pernah ketemu sampeyan kan? Jangan ge-er sampeyan!”
 
“Itu ndak penting ditanyakan. Yang penting, semua manusia itu keturunan Adam”.
“Kalo begitu, semestinya sampeyan bersyukur dan berterima kasih kepada Adam. Bukan malah menyalahkan. Kalo Adam swaktu-waktu nemuin sampeyan, sampeyan pasti dipenthung. Masih untung sampeyan dijadiin manusia. Coba kalo sampeyan sejak lahir jadi monyet, nasib sampeyan bisa jadi kaya Sarimin yang disuruh-suruh pergi ke pasar. Sampeyan mau?”
“walahhhhh T^%&$%^#“


Akhirnya cerita Kyai kocak saya update lagi setelah beberapa minggu vakum,credit for pak abdul muttaqin penulis Kyai Kocak.semoga terhibur dengan kekocakan kyai satu ini,Salam Yang PEnting share,Official of Kyai kocak Story.Dapatkan cerita lainnya di daftar cerita kyai kocak

0 komentar:

Posting Komentar