Rabu, 04 April 2012

Masih Ingatkah Dengan Petrus?

Petrus,Haruskah Di bangkitkan lagi untuk menumpas "Pemeras" Rakyat?

Mayat-mayat itu rata-rata bertato, sementara dada atau kepalanya berlubang karena ditembus peluru. Mayat itu ada yang ditemukan dengan tangan terikat tergeletak begitu saja di pinggir kali. Mayat lain ada yang ditemukan di dalam karung di bantaran kali. Ada pula yang ditemukan di semak-semak. Berita soal penemuan mayat di mana-mana itu menghiasi media massa sepanjang 1983-1985. Setiap hari nyaris selalu ada berita penemuan mayat dengan kondisi menakutkan itu. Selama 1983-1985, memang muncul penembak misterius atau yang dikenal sebagai petrus. Mayat-mayat dengan lubang peluru di kepala atau dada yang ditemukan di sembarang tempat itu diduga kuat merupakan korban "petrus".

(---Majalah Detik---)

Apa yang dimaksud Petrus?

Bicara soal sejarah,Indonesia memiliki sejarah kelam dimasa kediktatoran Bung Harto,Presiden RI yang kedua,yang memimpin Indonesia. 32 tahun bukanlah masa yang pendek untuk jabatan seorang presiden.Nah,disaat itulah,Indonesia mampu bersaing dibawah kendalinya dalam bidang ekonomi dan pembangunan.Disatu sisi,Kepemimpinan Soeharto mampu membuat stabilitas ekonomi dan Keamanan Meningkat,disisi lain,ternyata ada banyak sisi kelam dari seorang Jenderal Penumpas Gerakan G30S PKI ini.

Sebelumnya saya sampaikan,Post ini bukan Post untuk menyudutkan pihak siapapun,Sebagai orang indonesia,kita mesti tau sejarah yang sebenarnya akan mantan pemimpin bangsa ini.Terlepas baik buruknya beliau,Karena jasa Beliau terbilang sangat besar untuk bangsa ini #salutation for him.Jadi jika ada yang merasa tersinggung atau tak setuju,mohon dimaklumi

Baiklah, Mari kembali ketopik. Penembakan misterius atau sering disingkat Petrus (operasi clurit) adalah suatu operasi rahasia dari Pemerintahan Suharto pada tahun 1980-an untuk menanggulangi tingkat kejahatan yang begitu tinggi pada saat itu. Operasi ini secara umum adalah operasi penangkapan dan pembunuhan terhadap orang-orang yang dianggap mengganggu keamanan dan ketentraman masyarakat khususnya di Jakarta dan Jawa Tengah. Pelakunya tak jelas dan tak pernah tertangkap, karena itu muncul istilah "petrus",singkatan dari penembak misterius

revolver  petrus

Sejarah Petrus Dan Aksinya

Petrus tidak lahir dengan sendirinya.berawal dari operasi pe­nang­gulangan kejahatan di Jakarta. Pada tahun 1982, Soeharto memberikan peng­har­gaan kepada Kapolda Metro Jaya, Mayjen Pol Anton Soedjarwo atas keber­ha­silan membongkar perampokan yang meresahkan masyarakat.

Pada Maret tahun yang sama, di hadap­an Rapim ABRI, Soehar­to meminta polisi dan ABRI mengambil lang­kah pemberantasan yang efektif me­ne­kan angka kriminalitas. Hal yang sama diulangi Soeharto dalam pidatonya tanggal 16 Agustus 1982. Permintaannya ini disambut oleh Pang­­­opkamtib Laksamana Soedomo da­lam rapat koordinasi dengan Pangdam Ja­ya, Kapolri, Kapolda Metro Jaya dan Wagub DKI Jakarta di Markas Kodam Metro Ja­ya tanggal 19 Januari 1983. Dalam rapat itu diputuskan untuk melakukan Operasi Clurit di Jakarta, langkah ini kemudian diikuti oleh kepolisian dan ABRI di ma­sing-masing kota dan provinsi lainnya

Bagaimana kehebatan Petrus ini dan pola aksinya?.Kala itu, para pria bertato disergap ketakutan karena muncul desas-desus, petrus mengincar lelaki bertato. Peristiwa penculikan dan penembakan terhadap mereka yang diduga sebagai gali, preman, atau residivis itu, belakangan, diakui Presiden Soeharto, sebagai inisiatif dan atas perintahnya.

Dengan entengnya Soeharto bilang: "Ini sebagai shock therapy," kata Soeharto dalam biografinya, Soeharto: Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya.Tercatat, Tahun 1983 saja tercatat 532 orang tewas, 367 orang di antaranya tewas akibat luka tembakan. Tahun 1984 ada 107 orang tewas, di antaranya 15 orang tewas ditembak. Tahun 1985 tercatat 74 orang tewas, 28 di antaranya tewas ditembak. Para korban Petrus sendiri saat ditemukan masyarakat dalam kondisi tangan dan lehernya terikat.

Kebanyakan korban juga dimasukkan ke dalam karung yang ditinggal di pinggir jalan, di depan rumah, dibuang ke sungai, laut, hutan dan kebun.Pola pengambilan para korban kebanyakan diculik oleh orang tak dikenal dan dijemput aparat keamanan.

Pada masa itu, para preman menjadi sangat takut untuk keluar rumah, bahkan pemuda bukan preman tapi mempunyai tato di badannya kadang juga sering menjadi incaran para petrus. maka tak heran jka pada masa itu, Rumah sakit kewalahan menerima para pemuda yang ingin menghapus tato mereka.

Tercatat ada 11 provinsi yang menerapkan petrus, seperti Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DIY, Lampung, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Bali, Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur.Tapi sampai sekarang, belum ada pengakuan resmi dari pemerintah . Dan bahkan kasus ini seakan hilang begitu saja seiring dengan lengsernya kekuasaan Soeharto.

gali,tatoo

Mestikah Dibangkitkan Kembali?

Meski begitu, Petrus diyakini sebagai salah satu produk pemerintahan Soeharto untuk menghabisi para preman yang meresahkan masyarakat. Dan terbukti, cara itu cukup manjur. Setidaknya banyak preman yang kalang kabut, takut keluar rumah, bahkan harus rela menghapus tato yang melekat di tubuh mereka karena takut ditangkap dan dihabisi oleh si Petrus.

Nah..saat ini zaman dan mode premanisme kembali mengemuka dan berubah. Pembunuhan seorang bos yang diduga dilakukan oleh sekelompok preman, serta bentrok maut yang terjadi di RSPAD Gatot Soebroto, semakin menegaskan kondisi ini, meski sebenarnya ini bukanlah hal yang baru lagi. Lalu perlukah menghidupkan Petrus kembali? Sebagaimana suara-suara yang mulai terdengar akhir-akhir ini?

Bukan hanya itu,Premanisme sekarang sudah berubah wujudnya.Bukan hanya yang level teri.Bagaimana dengan "pemeras" rakyat yang berdasi?yang hidup dari Uang rakyat?Yang kemudian melarikan uang rakyat?Apakah mesti digalakkan Petrus agar mereka jera?

Jawabannya pasti tidak akan mudah. Petrus memang terbukti manjur membasmi sekaligus menakut-nakuti preman kala ini. namun, itu dulu, saat negara kita dikuasai oleh satu kekuatan tunggal.

Saat negara ini berjalan dalam satu kepemimpinan yang cenderung otoriter sehingga pemerintah seperti memiliki legitimasi untuk melakukan apapun untuk menjaga stabilitas negara, meski dalam versi mereka dan untuk kepentingan mereka.

Nah..saat ini kondisi sudah berbeda. Negara kita tidak lagi dikuasai oleh single majority. Siapapun memiliki hak untuk menuntut meskipun penyimpangan itu dilakukan oleh pemerintah sekalipun.

Artinya, andai saja Petrus, atau model operasi sejenis misalnya, muncul kembali, bisa jadi kegaduhan yang lebih dahsyat akan muncul, terutama yang menyangkut isu HAM.#bukan hamburger

Lihat saja beberapa Quote yang pernah dilontarkan beberapa sosok cendikiawan dan hukum dizaman itu akan aksi Petrus berikut ini:

Setuju mengenai adanya penembak-penembak misterius dalam menumpas pelaku kejahatan. Demi untuk memberikan rasa aman kepada 150 juta rakyat Indonesia, tidak keberatan apabila ratusan orang pelaku kejahatan harus dikorbankan.

Ketua MPR/DPR Amir Machmud (Sinar Harapan, 21 Juli 1983).

Sedikitnya ada empat aspek yang harus diperhatikan, yaitu aspek keamanan, sosial, ekonomi dan politik. Memang aspek keamanan lebih menonjol, tapi tidak berarti aspek lainnya dapat ditinggalkan! Untuk itu para petugas keamanan agar tidak hanya terpukau pada aspek yang menonjol itu saja, tapi harus mendalami keseluruhan permasalahannya.

Oka Mahendra S.H. (Kompas, 16 April 1983).

Saya melihat sistem konvensional ini sudah tidak bisa mengatasi masalah kriminal yang terjadi di Indonesia, maka ini harus diambil satu pertimbangan, kriminalitas dibasmi atau tidak. Jadi keputusannya dibasmi demi kepentingan rakyat

Waka DPA Ali Murtopo (Sinar Harapan, 28 Juli 1983).

Sekalipun mereka penjahat, namun sebagai manusia berhak mendapat keadilan melalui lembaga peradilan. Dan menembak ditempat, walaupun oleh petugas Negara, jelas bertentangan dengan prinsip-prinsip keadilan.

Ketua Yayasan LBH Adnan Buyung Nasution S.H. (Sinar Harapan, 14 Mei 1983).

Pada dasarnya Petrus hanya sebuah contoh dari ketegasan pemerintah dalam menanggani setiap kegiatan yang berpotensi menganggu dan meresahkan masyarakat meski barangkali menegaskan betapa berkuasanya pemerintah kala itu. Artinya, masalah sebenarnya bukan pada apakah harus menghidupkan Petrus atau tidak saat ini, melainkan pada bagaimana pemerintah bisa menunjukkan sikap tegas dalam menghadapi masalah premanisme ini, ataupun masalah yang lain. Kalaupun ada pihak-pihak yang mengatakan bahwa negara ini butuh Si Petrus, tidak lain dan tidak bukan lebih dipicu oleh kegemasan dan kegeraman melihat lembeknya pemerintah, melalui aparat keamanannya dalam menanggani "premanisme modern" yang sudah jelas-jelas meresahkan.

Andai pemerintah dan aparat keamanan memiliki ketegasan yang benar-benar nyata dan terlihat, suara-suara untuk menghidupkan kembali Petrus tak akan terdengar karena negara ini tak butuh Si Petrus yang hanya merupakan bentuk nyata dari otoriterisme.Nah,bagaimana dengan anda?apa Opini anda?apa mesti dihidupkan Kembali si petrus ini?

0 komentar:

Posting Komentar